29 July 2008

Kisah Si Ulat Kecil

MALAM. Terdengar suara mencurigakan dari depan rumahku. Kucoba intip keluar. Tidak ada siapa-siapa. Sepi. Suara itu masih terdengar. Penasaran, aku segera keluar untuk mencari sumber suara. Kubuka pintu depan dengan perlahan. Brrrr. Udara dingin segera menerpaku. Kutajamkan pendengaranku. Suara itu semakin keras kudengar. Berasal dari kebun kecil didepan rumah. Setelah kuamati dengan seksama, ternyata suara itu dari pohon pisang yang tumbuh subur. Kusibakkan dedaunan pisang, dan kutemukan beberapa ujung daunnya tergulung. Rapi. Iseng, kurobek daunnya. Dan kutemukan seekor ulat mungil berwarna hijau sedang asyik dan rakus memakan daun pisang.

Sejenak aku tertegun. Di malam yang dingin, di saat makhluk lain sedang terlelap di tempat yang nyaman dan hangat. Si ulat kecil sedang gigih berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya.

Esok harinya, aku lebih tertegun lagi. Ternyata kerja si ulat kecil belum selesai juga. Makan, makan lagi dan kembali makan. Walau kadang ada rasa jengkel juga, karena hampir semua daun tanaman yang kutanam dimakan si ulat kecil. Mungkin sebagian dari kita merasa geli bila melihat ulat, bahkan sebagian takut. Tapi ada sebuah pelajaran yang dapat kita ambil.

Kalau seekor ulat kecil demikian gigihnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, siang dan malam tanpa henti ia mencari rizki-Nya. Lalu bagaimanakah dengan kita, makhluk Allah yang sempurna, yang Allah lebihkan dari makhluk Allah yang lain? Yang mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki makhluk lain, akal? Mungkin teramat sering kita ‘menggugat’ Allah, karena ketiadaan materi (uang). Mungkin kita pernah ‘mengkambing-hitamkan’ Allah ketika rizki yang kita kejar tak kunjung tiba. Atau ketika pun tiba, tak seperti yang kita harapkan dan bayangkan. Jika hal itu terjadi pada kita, ingatlah kisah si ulat kecil tadi. Ia begitu optimis, bahwa Allah tidak akan pernah melupakan rizkinya sedikitpun, baik hari ini ataupun esok hari.

Mungkin, mereka yang dengan suka rela merendahkan dirinya (bukan rendah diri), menghiba belas kasihan orang lain, belum pernah mendengar cerita kegigihan si ulat kecil. Karena tak ada satupun makhluk Allah yang tidak dijamin rizkinya. Dan tangan di atas itu (sungguh, sangat) lebih mulia (sekali) dari pada tangan yang dibawah.

Burung yang keluar dari sarangnya di pagi hari dalam keadaan lapar, pulang di sore hari dalam keadaan kenyang. Yuk, terus berusaha. Jangan pernah menyerah.

2 komentar:

Anonymous said...

Membaca kisah ini, aku jadi malu. 'Gugatanku' kepada-Nya lebih banyak dari syukurku. Padahal, nikmat yang aku terima lebih banyak dari syukurku Aku malu.

Anonymous said...

aku malu.... dan menutup mukaku pak...!!! mungkin saya yang kurang bersyukur ya pak !!!!
ah... bangkit dan berusaha lagi !!!

Post a Comment

Berikan komentar Anda dengan santun

 
free counters

Pokjar nGeblog